Senin, 31 Desember 2012

JURNAL 1.2


REVIEW
PENGARUH KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA
PENGELOLA KOPERASI TERHADAP PERKEMBANGAN
KOPERASI UNIT DESA DI KABUPATEN NIAS

Oleh :
Atozisochi Daeli, Amru Nasution,Matias Siagian

PEMBAHASAN

Menurut Anoraga dan H. Djoko Sudantoko (2002:1), Koperasi berasal dari kata ”co” yang berarti  bersama,  dan  ”operation”  yang mengandung makna bekerja. Jadi, secara leksikologis koperasi bermakna sebagai suatu perkumpulan kerja sama yang beranggotakan orang-orang maupun badan-badan, di mana ia memberikan kebebasan untuk keluar dan masuk sebagai anggotanya.
Pengertian Koperasi menurut Undang-Undang Koperasi No.25 tahun 1992 adalah Badan Usaha yang beranggotakan orang-orang atau badan hukum koperasi dengan melandaskan kegiatannya berdasarkan prinsip koperasi, sekaligus sebagai gerakan ekonomi rakyat yang berdasar atas asas kekeluargaan. Dalam undang- undang ini diatur prinsip-prinsip koperasi yaitu:

1. Keanggotaan bersifat sukarela dan terbuka
2. Pengelolaan dilakukan secara demokratis
3. Pembagian sisa hasil usaha dilakukan secara
adil sebanding dengan besarnya jasa usaha
masing-masing anggota
4. Pemberian balas jasa yang terbatas terhadap
modal
5. Kemandirian
6. Pendidikan perkoperasian
7. Kerjasama antarkoperasi
Di Indonesia ada dua jenis koperasi yaitu koperasi primer dan koperasi sekunder. Koperasi  primer  adalah  koperasi  yang anggotanya adalah orang-orang yang memiiki kesamaan  kepentingan  ekonomi  dan  ia melaksanakan  kegiatan  usahanya  dengan langsung melayani para anggotanya. Contoh koperasi primer ini adalah Koperasi Unit Desa. Sedangkan koperasi sekunder adalah semua koperasi yang didirikan dan beranggotakan koperasi primer dan atau koperasi sekunder. Berdasarkan kesamaan kepentingan dan tujuan efisiensi, koperasi sekunder dapat didirikan oleh koperasi sejenis maupun berbagai jenis atau tingkatan. Dalam hal koperasi mendirikan koperasi sekunder dalam berbagai tingkatan, seperti yang selama ini dikenal sebagai pusat,  gabungan, dan induk, maka jumlah tingkatan maupun penamaannya diatur sendiri oleh koperasi yang bersangkutan. Berapa tingkatan penggabungan yang dilakukan sangat tergantung pada pertimbangan kelayakan dan efisiensi usaha dan pelayanan kepada para anggotanya. Koperasi sekunder ini misalnya adalah Pusat atau Induk KUD (PUSKUD/INKUD).
Untuk konteks Indonesia, pembagian koperasi didasarkan pada kebutuhan nyata masyarakat. Secara umum ada lima klasifikasi koperasi, yakni:

1. Koperasi Konsumsi
2. Koperasi Simpan Pinjam Atau Koperasi Kredit
3. Koperasi Produksi
4. Koperasi Jasa
5. Koperasi Serba Usaha

Perdebatan tentang kemampuan koperasi sebagai salah satu institusi yang mampu mendongkrak   keterpurukan   perekonomian rakyat, masih tetap berlangsung hingga saat ini. Perdebatan itu melibatkan banyak pihak, baik dari pemerhati maupun praktisi koperasi di Indonesia. Salah satu pihak menganggap koperasi tidak akan mampu berkembang sebagai salah satu pilar ekonomi yang kokoh. Para analisis dari kubu  yang  pesimistis  ini  memberikan argumentasi terhadap eksistensi koperasi di Indonesia, yaitu bahwa sistem koperasi yang dikenal di Indonesia tidak akan pernah mampu bersaing dengan sistem ekonomi liberal yang dikembangkan oleh banyak negara. Selain itu,fungsi koperasi yang dualistis, yakni fungsi ekonomi dan fungsi sosial akan membuat koperasi bergerak lamban, terseok-seok dan cenderung mengabaikan prinsip-prinsip ekonomi dalam aktivitas produksinya. Padahal keberadaan dan perkembangan suatu institusi koperasi sangat ditentukan, sejauhmana institusi itu dapat dikelola secara efisien dan efektif.

Sebaliknya, analisis dari pihak yang optimistis  berkeyakinan  bahwa  koperasi merupakan salah satu institusi yang handal dan tepat,  tidak  hanya  untuk  membangun perekonomian rakyat, tetapi memiliki potensi untuk membangun perekonomian nasional. Pihak ini melihat kebijakan koperasi secara makro telah mampu   memfasilitasi   eksistensi   dan perkembangan  koperasi  sebagai  lembaga ekonomi dan sosial. Memang sebagian besar mereka mengakui bahwa secara kualitas perkembangan koperasi belum  seperti yang diharapkan.

Terlepas dari perdebatan yang terjadi, keberadaan dan kewajiban untuk membangun koperasi di Indonesia sudah merupakan amanat konstitusi dalam pasal 33 UUD 1945, sehingga tidak ada satu alasan yang cukup kuat untuk mengabaikan keberadaan dan perkembangan koperasi. Di samping itu, perkembangan koperasi di Indonesia secara kuantitas sebenarnya cukup menggembirakan, seperti terlihat pada data Rencana Strategis Pembangunan Koperasi, Pengusaha Kecil dan Menengah (2000), bahwa pada periode 1997-1999 jumlah koperasi yang berbadan hukum dan aktif, dan jumlah anggota koperasi yang aktif meningkat, begitu juga dengan  aset  koperasi  juga  mengalami peningkatan.

Beberapa tahun belakangan ini, terutama pada masa era reformasi dan diberlakukannya otonomi daerah, perhatian terhadap gerakan pembangunan koperasi semakin tinggi. Hal ini terlihat dari konsep Pemberdayaan Ekonomi Kerakyatan yang menjadi kata kunci yang sering muncul dalam laporan-laporan resmi Pemerintah Daerah Kabupaten Nias, terutama yang berhubungan   dengan   pengelolaan   dan pemberdayaan koperasi. Salah satu contoh adalah konsep ekonomi kerakyatan dijadikan sebagai argumentasi    utama    dalam    Program Pemberdayaan Koperasi Dan Usaha Kecil Menengah  pada  tahun  anggaran  2001 (Inventarisasi Mekanisme Pengelolaan Koperasi dan UKM Berdasarkan Potensi Dan Peluang Usaha Di Kabupaten Nias Tahun 2001).

Seyogianya, upaya-upaya pemberdayaan koperasi dan usaha kecil menengah, terutamapada pelaksanaan otonomi daerah, telah menghasilkan koperasi-koperasi dan usaha kecil menengah yang lebih baik dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Namun, dari datasekunder dan beberapa hasil wawancara, ditemukan bahwa upaya pemberdayaan koperasi dan usaha kecil menengah belum mampu memberikan hasil yang optimal, bahkan cenderung mengalami kemunduran, baik secara kuantitas maupun kualitas.

Seorang informan kunci dari Dinas Koperasi Pengusaha Kecil Dan Menengah Pemerintah Daerah Kabupaten Nias menyatakan sebagai berikut: “Banyak faktor yang menyebabkan upaya pemberdayaan koperasi dan pengusaha kecil tidak memberikan hasil yang optimal, padahal upaya-upaya yang lebih serius justru lebih terlihat pada tahun-tahun terakhir ini. Di antaranya   berdasarkan   pengamatan   dan pengalaman saya di lapangan adalah akibat adanya anggapan para pangurus dan anggota koperasi, bahwa kemajuan koperasi sudah merupakan tanggung jawab pemerintah semata. Banyak program yang diprakarsai oleh pemerintah daerah terutama yang menyangkut fasilitas permodalan (kredit), tidak dapat dikelola dengan baik, bahkan ada sebagian para pengurus yang tidak mampu menyalurkan pembinaan secara optimal kepada para anggota. Di samping itu, terdapat pula kasus-kasus yang menyebabkan kemunduran  aktivitas  koperasi,  misalnya terjadinya konflik sesama pengurus dan anggota setelah adanya program bantuan modal”.

Hingga 31 Desember 2003, tercatat jumlah seluruh koperasi yang ada di Kabupaten Nias sebanyak 318 unit yang terdiri dari 24 unit KUD, dan 294 unit non KUD. Data ini semakin memberikan justifikasi bahwa perhatian terhadap perkembangan KUD dari Pemerintah Daerah Nias masih sangat rendah. Padahal eksistensi KUD yang seyogianya merupakan institusi yang harus lebih dikembangkan, mengingat desa-desa di Kabupaten Nias sebagian besar masih tertinggal, bahkan sebagian besar desa-desa itu belum dapat dilalui kendaraan.

Lebih  jauh  dapat  ditelusuri  bahwa keberadaan  atau  perkembangan  koperasi, terutama yang non KUD juga tidak merata di seluruh   Kecamatan,   bahkan   terdapat kecenderungan perkembangan koperasi terpusat pada ibukota kabupaten. Minimnya jumlah KUD dibandingkan dengan jumlah non KUD berkaitan erat dengan hambatan dan ciri pendirian masing- masing koperasi, yakni pada jenis koperasi non KUD, sebagian besar upaya pendiriannya tidak harus melibatkan banyak orang dan proses yang lebih sederhana. Misalnya pendirian Koperasi Pegawai Republik Indonesia (KPRI) tidak memerlukan persetujuan dari seluruh pegawai pada unit kerja masing-masing, cukup hanya berdasarkan surat keputusan pimpinan kantor.

 Demikian pula pendirian koperasi serba usaha, koperasi karyawan, koperasi pasar, koperasi simpan pinjam, koperasi angkutan dan sebagainya yang hanya melibatkan beberapa orang dan jumlah anggota yang jauh lebih sedikit, sehingga secara teknis lebih mudah dalam pengelolaannya. Namun, uniknya adalah seyogianya jumlah KUD akan lebih banyak, karena intervensi terhadap KUD dari pemerintah lebih besar dibandingkan dengan intervensi yang dilakukan pemerintah terhadap koperasi non KUD.

Jumlah anggota koperasi sering dijadikan sebagai alasan utama sebagai penyebab lambannya perkembangan suatu koperasi. Gejala ini merupakan suatu ironi mengingat salah satu keberhasilan koperasi adalah terlihat dari perkembangan jumlah anggota. Namun demikian alasan jumlah anggota dikemukakan oleh seorang pengurus koperasi unit desa yang terekam dalam salah satu wawancara bebas yang dilakukan kepada salah seorang ketua koperasi unit desa, yakni: “Agak sulit untuk mengatur amggota yang jumlahnya terlalu banyak, mereka hanya mau hadir pada acara pengucuran kredit usaha tani, adanya program bantuan dari pemerintah. Sedangkan acara-acara lainnya sulit untuk diharapkan hadir, paling-paling yang hadir sekitar 20 hingga 30 persen. Inilah yang menyebabkan kami pengurus, sering melakukan kegiatan-kegiatan KUD berdasarkan keputusan beberapa orang di antara kami. Namun, ini pulalah yang menjadi alasan para anggota menyudutkan kami dengan pertanyaan kenapa mereka tidak tahu dan tidak diundang untuk membicarakan langkah-langkah koperasi.”


Di samping jumlah anggota dari koperasi non KUD yang lebih sedikit menjadi salah satu alasan lebih berkembangnya koperasi ini dibandingkan dengan KUD, ternyata dari berbagai wawancara dengan beberapa staf Dinas Koperasi Dan Pengusaha Kecil Dan Penanaman Modal Kabupaten Nias, diperoleh informasi bahwa jenis koperasi non KUD lebih gesit dan lebih lincah dalam menangkap peluang-peluang yang terutama berkaitan dengan jasa-jasa perbankan.

Di samping itu, ternyata institusi koperasi yang ada dapat dimanfaatkan oleh pengurus dalam meningkatkan posisi tawar menawar dengan pihak-pihak lain, misalnya terhadap adanya kebijakan dinas pasar pemerintah daerah yang dianggap terlalu memberatkan para pedagang, maka melalui institusi inilah mereka melakukan pendekatan, bahkan perlawanan terhadap kebijakan tersebut. Banyak kasus yang membuktikan adanya kekuatan institusi Koperasi non KUD dalam memperjuangkan kepentingan para anggota. Alasan-alasan pragmatis yang dikemukakan di atas, ternyata dapat dijadikan sebagai salah satu alasan mengapa jenis koperasi atau kelompok koperasi non KUD lebih mampu berdaya dibandingkan dengan KUD.

Ciri yang menonjol dari koperasi unit desa di Kabupaten  Nias  adalah  eksistensi  atau kemunculan merupakan akibat dari adanya program-program tertentu dari pemerintah, baik pusat, provinsi maupun kabupaten. Berbeda dengan koperasi non KUD yang lebih banyak dibentuk oleh segelintir orang atau oleh instansi tertentu, namun gerakannya selalu lebih berorientasi   pada   upaya   pemaksimalan keuntungan pada anggota, paling tidak upaya untuk menangkap adanya peluang-peluang yang sebenarnya tidak ditujukan khusus kepada mereka.

Namun, pada sisi kepentingan pengembangan Koperasi Unit Desa, keberadaan koperasi non KUD di Kabupaten Nias, tampaknya dicurigai sebagai salah satu faktor yang turut memberikan kontribusi terhadap lambannya gerakan koperasi unit desa. Argumentasi yang lebih realistis adalah dari persoalan banyaknya peluang-peluang atau kesempatan-kesempatan yang sebenarnya ditujukan bagi pengembangan Koperasi Unit Desa diambil oleh koperasi-koperasi non KUD.

Perkembangan jumlah koperasi yang baru terbentuk sebenarnya bukanlah sebagai akibat meningkatnya kesadaran masyarakat dalam berkoperasi, tetapi lebih banyak ditentukan dari arah kebijakan pembangunan secara nasional, yakni pada era 1980 hingga 1999 terdapat banyak program-program    yang    mengutamakan keterlibatan koperasi, demikian pula dengan program-program  pengentasan  kemiskinan, program penampungan produksi pertanian yang lebih dikenal dengan program kemitraan, Bapak Angkat, dan sebagainya.

Berdasarkan wawancara bebas dan data-data sekunder, diperoleh gambaran bahwa terbatasnya jumlah KUD yang berdiri di Kabupaten Nias dibandingkan dengan jenis-jenis koperasi lainnya disebabkan pendirian dan pengelolaan Koperasi Unit Desa lebih sulit dibandingkan dengan pendirian dan pengelolaan jenis-jenis koperasi lainnya.

Di samping itu, ditemukan adanya informasi yang menggambarkan bahwa aliran kebijakan yang digariskan secara nasional mengenai upaya-upaya pembangunan, baik yang berhubungan langsung mengenai koperasi maupun yang tidak berhubungan secara langsung, tetapi melibatkan peran koperasi sebagai instrumen utama, lebih cenderung tertangkap oleh para elite-elite masyarakat, terutama masyarakat yang tinggal disekitar ibu kota kecamatan.

Akses kelompok elite masyarakat terhadap berbagai sumber maupun isu-isu pembangunan ternyata sangat menentukan jenis koperasi yang mereka kembangkan. Dalam hal ini pembentukan koperasi unit desa lebih kompleks, karena harus melibatkan banyak orang, kontrol yang diperkirakan terlalu kaku dan adanya kecurigaan yang berlebih-lebihan dari pendiri maupun pemrakarsa pendirian jenis koperasi terhadap dedikasi dan loyalitas para anggota.

Upaya   yang   dilakukan   pemerintah tampaknya  hingga  kini  belum  mampu mendudukkan koperasi sebagaimana mestinya. Artinya ada persoalan yang belum diketahui secara jelas mengapa keberpihakan pemerintah terhadap keberadaan koperasi tidak diikuti dengan pencapaian atau perkembangan koperasi yang optimal. Secara kualitas, gambaran koperasi di Indonesia belum sebanding dengan upaya yang telah dilakukan oleh pemerintah.

Salah satu indikator makro yang representative adalah masih rendahnya nilai transaksi per anggota koperasi yang jauh di bawah Rp 50.000; per bulan, menunjukkan aktivitas koperasi di Indonesia masih belum optimal (Kantor Menteri Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah RI, 2000). Indikator lainnya adalah meningkatnya jumlah koperasi-koperasi yang dijadikan sebagai alat untuk memperoleh fasilitas-fasilitas yang menguntungkan segelintir orang, seperti DO pupuk, fasilitas ekspor, kredit dan sebagainya.

Gagalnya gerakan koperasi di Indonesia untuk berkompetisi dengan arus liberalisasi ekonomi,   dimungkinkan   terjadi   akibat terhambatnya proses gerakan koperasi pada tahap permulaan kemerdekaan yang masih sebatas fungsi advokasi dan sosialisasi prinsip-prinsip dan konsep-konsep koperasi, pada tahap demokrasi terpimpin. Begitu pula saat tahap orde baru, gerakan koperasi berpacu dengan gerakan- gerakan pembangunan disegala sektor yang didominasi oleh pengaruh-pengaruh ekonomi liberal, sehingga gerakan koperasi pada tahap ini pun tidak mampu berkompetisi dan selalu tertinggal jauh, walaupun upaya-upaya yang dilakukan  pemerintah  melalui  kebijakan- kebijakan rehabilitasi,    konsolidasi dan pengembangan koperasi tetap berlanjut. Pada tahap  inilah  banyak  pihak  menyatakan pemerintah belum memberikan tekanan lebih yang memihak pada kepentingan koperasi.

Pada dimensi ini, persoalan-persoalan koperasi dilihat sebagai persoalan yang lebih condong pada faktor eksternal, yaitu apabila kita menginginkan suatu koperasi berkembang, maka harus ada perhatian dan perlakuan yang memudahkan koperasi untuk memperoleh akses terhadap berbagai sumber dalam rangka menguatkan kemampuannya untuk berkompetisi dengan sektor lain.

Dimensi lain dari alasan perkembangan koperasi tidak dilihat dari aspek ideologi yang dikotomis antara pertarungan kekuatan liberalis dengan sosialis, tetapi lebih banyak menekankan pada aspek internal koperasi yang menekankan adanya persoalan kualitas sumber daya manusia yang mengelola koperasi.

Pada dimensi ini, peran pemerintah atau pengaruh eksternal terhadap perkembangan koperasi tidak dilihat sebagai penyebab utama keterpurukan koperasi, tetapi lebih banyak ditentukan oleh kemampuan pengelola dalam memformulasi, mengadopsi keinginan-keinginan ataupun mengidentifikasi kebutuhan-kebutuhan anggota dan masyarakat lainnya dalam rangka mengembangkan usaha-usaha koperasi yang dapat memenuhi keinginan ataupun kebutuhan- kebutuhan tersebut. Kondisi ini tentunya menuntut adanya kualifikasi sumber daya manusia pengelola koperasi. Keberhasilan koperasi sangat ditentukan oleh kemampuan pengelola untuk mengenali jenis-jenis kebutuhan dari segenap masyarakat dan kemampuan untuk menjembataninya dengan sumber-sumber yang memungkinkan.

Rekomendasi penting lainnya mengenai pentingnya kualitas sumber daya manusia pengelola koperasi, baik berdasarkan hasil kajian teoretis maupun empiris dapat dilihat, antara lain tulisan dari Tjakrawerdaja (1994) yang merekomendasikan     perlunya     KUD memperkerjakan manajer dan staf profesional, memiliki pengurus yang mempunyai jiwa kewirakoperasian, idealisme, dan dedikasi  tanggung jawab. Soedjono (1994); Sukotjo (1994), juga merekomendasikan adanya pengurus yang memiliki kemampuan manajerial dalam menggerakkan dan mengorganisir kelompok serta mengarahkan kegiatan-kegiatan koperasi.

Dari penelitian diperoleh karakteristik penting yang diperkirakan mewarnai kualitas pengelolaan koperasi dari responden pengurus koperasi yang dijadikan sebagai sampel adalah sebagai berikut :

Selain   pengalaman   pada   kegiatan perkoperasian, pengalaman menduduki jabatan pengurus merupakan suatu hal yang penting dalam  menentukan  keberhasilan  seorang pengurus koperasi. Walaupun hampir setengah dari responden merupakan orang yang baru terpilih menduduki jabatan dalam kepengurusan koperasi unit desa, namun sebagian besar adalah orang-orang yang relatif telah lama menggeluti dunia perkoperasian. Tetapi, sebagian besar hanya terlibat sebagai anggota, dan sedikit yang sudah pernah terlibat menjadi pengurus koperasi sebelumnya.

Faktor penting lainnya yang diperkirakan turut menentukan keberhasilan dalam mengelola
koperasi adalah pendidikan formal, mengingat dalam praktek pengelolaan KUD, ternyata banyak peluang-peluang terutama yang berasal dari kebijakan-kebijakan pemerintah yang memerlukan persyaratan teknis yang agak rumit untuk mendapatkannya. Misalnya, adanya penyusunan konsep dan program Koperasi Unit Desa yang mudah untuk diukur dan usulan- usulan lainnya yang memerlukan kemampuan dan pemahaman yang agak rumit, sehingga mau tidak mau, para pengurus seyogianya harus memiliki basis pendidikan formal yang memadai, paling tidak mereka pernah menduduki pendidikan lanjutan atas. Dari penelitian diperoleh ternyata proporsi pendidikan formal yang diperlihatkan oleh para responden pengurus koperasi relatif telah memadai, yaitu sebagian besar sudah berpendidikan formal SLTA, bahkan ada yang telah menamatkan pendidikan di perguruan tinggi.

Selain pendidikan, keberhasilan pengelolaan koperasi unit desa juga ditentukan oleh factor perolehan pengetahuan dan keterampilan dari lembaga-lembaga pendidikan non formal seperti kursus   keterampilan.   Hasil   penelitian memperlihatkan  proporsi  responden yang memperoleh     pengetahuan     mengenai perkoperasian secara informal lebih banyak melalui sarana penyuluhan, pelatihan, diskusi dan menonton/mendengar siaran radio/tv. Sedangkan proporsi responden yang mengikuti atau memperoleh pengetahuan dan keterampilan melalui jalur-jalur non formal, sebagian besar dari mereka tidak pernah mengikutinya.


Dengan karakteristik responden tersebut di atas, maka upaya yang dapat dilakukan untukmeningkatkan kualitas sumber daya manusia pengelola koperasi unit desa hanyalah dengan melalui program-program pelatihan, penyuluhan dan memperbanyak brosur-brosur sederhana yang mudah untuk dibaca dan dimengerti oleh para pengurus koperasi.

Setelah melihat dari pendidikan dan perolehan pengetahuan dan keterampilan melalui jalur pendidikan non formal dan informal, maka dapat diketahui kualitas sumber daya manusia responden yang dibagi dalam tiga kategori yaitu, rendah, sedang, dan tinggi. Pembagian kategori kualitas  sumber  daya  manusia  tersebut menunjukkan bahwa mayoritas responden tergolong pada kualitas sumber daya manusia yang rendah yaitu sekitar 60 persen, sedangkan kategori sedang dan tinggi masing-masing sebesar 20 persen
.
Proporsi di atas menunjukkan bahwa secara teoretis dari aspek kualitas sumber daya manusia para responden belum kondusif untuk mengelola koperasi unit desa secara profesional, sehingga secara teoretis diperkirakan mewarnai derajat atau kemampuan mereka untuk melakukan inovasi, kreativitas maupun prakarsa melakukan tindakan-tindakan yang lebih cerdas dalam memajukan kegiatan-kegiatan koperasi juga akan mengalami hambatan yang berarti, seperti kurang dapat memanfaatkan peluang-peluang dari instansi pemerintah, swasta maupun pribadi.

Hal ini ditunjukkan dari hasil penelitian, sebagian besar responden mengaku pernah melakukan  atau  memprakarsai  kegiatan kerjasama dengan instansi pemerintah, swasta, pribadi dan para anggota koperasi. Namun, jika ditelusuri lebih jauh, terutama menyangkut realisasi dari prakarsa yang pernah dilakukan, diperoleh gambaran bahwa upaya yang telah dilakukan belum menunjukkan hasil yang optimal. Hal ini terlihat dari masih kecilnya proporsi kerjasama yang dilakukan koperasi unit desa dengan berbagai instansi pemerintah, swasta,  maupun  pribadi,  baik  dibidang permodalan, manajemen, maupun dibidang peningkatan produksi.

Pada saat pengumpulan data/wawancara terhadap para pengurus koperasi, diperoleh jawaban yang berbeda dari masing-masing pengurus mengenai pernah tidaknya koperasi unit desa mereka melakukan kerjasama dengan instansi lain. Hal ini menjelaskan bahwa pengurus koperasi unit desa yang dijadikan sampel responden tidak memiliki sikap dan pendapat yang sama mengenai koperasinya.

Sebagian responden yang menjabat sebagai ketua dianggap paling banyak mengetahui aktivitas koperasi, sementara pengurus lainnya dianggap hanya sebagai pelengkap. Hal ini terekam pada saat dilakukan penelusuran dokumen yang dapat membuktikan koperasi-koperasi unit desa telah melakukan kerjasama dengan pihak lain. Seluruh koperasi unit desa yang dijadikan sampel tidak dapat menunjukkan satu lembar dokumen yang dimaksud. Hal ini merupakan pertanda bahwa sistem administrasi yang dimiliki oleh masing-masing koperasi belum memadai. Namun, dengan keterbatasan data atau informasi yang hanya dapat diperoleh secara lisan, upaya untuk meningkatkan validitas data tidak dapat dilakukan, sehingga satu-satunya sumber informasi yang dapat dianalisa lebih jauh hanyalah berdasarkan pengetahuan dan ingatan para pengurus, terutama yang menyangkut kerjasama dengan pihak lain.


Tanggapan responden mengenai dukungan pemerintah terhadap koperasi unit desa sebagian besar berada pada kategori sedang, namun cukup banyak juga yang berada pada kategori tinggi. Proporsi ini sebenarnya belum optimal, karena seharusnya dukungan dari pemerintahlah yang diharapkan oleh koperasi-koperasi unit desa, terutama untuk daerah-daerah yang masih terbelakang seperti di daerah penelitian.

Masih kecilnya proporsi dukungan institusi pemerintah terhadap koperasi unit desa, tampaknya juga diikuti oleh institusi swasta dan perusahaan pribadi, yang menunjukkan proporsi dukungan yang hampir sama, yakni sama-sama masih relatif rendah. Tidak jauh dari kondisi ini, dukungan yang tinggi dari para anggota koperasi tampaknya belum terwujud dalam upaya untuk mengembangkan kegiatan koperasi. Hal ini terlihat jelas dari sebagian besar responden yang menyatakan dukungan para anggota koperasi pada kategori sedang, bahkan masih terdapat responden yang memberikan dukungan pada kategori rendah. Walaupun demikian, proporsi responden yang memberikan tanggapan terhadap dukungan anggota pada kategori yang tinggi cukup banyak.

Karakteristik  penting  untuk  melihat perkembangan koperasi unit desa adalah dari jumlah anggota, volume ysaha dan sisa hasil usaha. Artinya, semakun besar jumlah anggota, volume usaha dan sisa hasil usaha, maka koperasi tersebut dapat dikatakan semakin berkembang. Dari 7 koperasi unit desa yang dijadikan sampel, ternyata hanya satu KUD yang memiliki jumlah anggota di atas 500 orang, yakni KUD Temani. Tiga KUD yakni, KUD Serasih, Swadaya dan Masa Karya memiliki jumlah anggota antara 100 hingga 150 orang. Jumlah anggota yang dibawah 100 orang terdapat pada KUD Sinar Pagi, Sarunehe dan Harapan.

Dalam tiga tahun terakhir, yakni 2001 sampai 2003, sebagian besar KUD tersebut mengalami perkembangan yang relatif lamban. Selain itu, terdapat perubahan jumlah anggota yang hanya terjadi pada satu KUD, yakni KUD temani yang mengalami pengurangan jumlah anggota. Sedangkan enam KUD lainnya tidak mengalami perubahan jumlah anggota. Dalam kurun waktu tersebut, hanya KUD Temani yang mengalami perkembangan yang dilihat dari volume usahanya dan sisa hasil usahanya, sedangkan KUD lainnya tampaknya tidak mengalami  perkembangan  yang  berarti. Perbedaan  perkembangan  KUD  Temani dibandingkan   dengan   KUD   lainnya, kemungkinan berhubungan dengan faktor-faktor yang dalam penelitian ini diduga berasal dari faktor sumber daya manusia pengelolanya. Namun demikian, tidak tertutup kemungkinan adanya faktor-faktor lainnya.

Proporsi responden pada kategori tingkat perkembangan KUD semakin besar sejalan dengan semakin naiknya kategori kualitas sumber daya manusia responden. Hal ini dapat dibuktikan dengan responden yang memiliki kualitas sumber daya manusia pada kategori rendah menunjukkan proporsi yang besar pada kategori perkembangan koperasi yang rendah. Sedangkan pada kategori responden yang memiliki kualitas sumber daya manusia pada kategori tinggi yang sudah menunjukkan adanya peningkatan proporsi hingga 50 persen pada kategori perkembangan koperasi yang tinggi. Namun demikian, perbedaan proporsi responden pada kattegori perkembangan koperasi unit desa berdasarkan kualitas sumber daya manusia tidak terbukti signifikan berdasarkan analisa uji Chi-Square yang dilakukan dalam penelitian ini. Hasil ini membuktikan bahwa asumsi kualitas sumber daya manusia dapat memberikan variasi terhadap perkembangan koperasi unit desa tidak terbukti. Dengan kata lain faktor sumber daya manusia pengurus koperasi tidak terbukti sebagai factor yang dapat menentukan terjadinya variasi pada tingkat perkembangan koperasi unit desa.

Dari analisa dalam penelitian juga ditemukan bahwa terdapat perbedaan proporsi yangmerupakan suatu bukti kasar adanya pengaruh dari   dukungan   pemerintah    terhadap perkembangan koperasi unit desa responden. Dalam hal ini perbedaan yang terjadi atau perbedaan perkembangan koperasi unit desa berdasarkan tingkat dukungan pemerintah terbukti   signifikan.   Perbedaan   proporsi perkembangan  KUD  berdasarkan  tingkat dukungan  instansi  swasta  juga  terbukti signifikan. Hasil tes statistik tersebut di atas membuktikan  bahwa  variabel  dukungan pemerintah dan dukungan instansi swasta merupakan salah satu faktor dari tingkat perkembangan koperasi unit desa. Sebaliknya, dari uji statistik didapatkan bahwa perbedaan yang terjadi pada tingkat perkembangan KUD berdasarkan tingkat dukungan perusahaan pribadi tidak signifikan. Dengan kata lain, variable dukungan perusahaan pribadi bukan sebagai salah satu faktor dari variabel perkembangan KUD. Begitu juga dengan tingkat dukungan anggota yang bukan merupakan salah satu factor dari variabel perkembangan KUD, hal ini terbukti dari pengujian statistik yang hasilnya tidak signifikan.

Penjelasan yang logis dari temuan di atas adalah kualitas sumber daya manusia para pengurus KUD berhubungan dengan kemampuan para  pengurus  untuk  meneruskan  dan melanggengkan hubungan baik antara koperasi dengan pihak pemerintah maupun institusi swasta. Hal itu merupakan suatu realitas yang tidak dapat dipungkiri, karena hingga saat ini koperasi-koperasi di Kabupaten Nias masih dominan tergantung pada program-program yang dibangun oleh pemerintah, baik pemerintah pusat, provinsi maupun pemerintah daerah, terutama yang berkaitan dengan program- program yang bersifat penguatan modal atau tujuan-tujuan ekonomi.

Oleh karena itu, orientasi aktivitas KUD lebih banyak diarahkan pada perpanjangan tangan pemerintah yang menuntut kemampuan dan kehandalan dalam melakukan negosiasi dan pendekatan-pendekatan  secara  interpersonal maupun formal seperti penyusunan proposal, penyediaan data-data dan dokumen yang dapat memenuhi kriteria pihak pemerintah dalam rangka melakukan evaluasi dan monitoring, seperti yang diutarakan oleh salah satu seorang key informan berikut:

“Agar dapat tetap terlibat dalam program- program pembinaan pemerintah yang senantiasa mengadakan pembinaan melalui instansi-instansi terkait, seperti penyusunan program pembinaan, evaluasi dan monitoring, maka kami para pengurus harus dapat mengikuti arahan-arahan dan perubahan-perubahan maupun format-format laporan yang diminta oleh para petugas yang bersangkutan. Di samping itu, kami para pengurus harus menunjukkan kemampuan dan keseriusan dalam menjalankan setiap program. Sebab kalau tidak demikian, maka untuk bantuan berikutnya besar kemungkinan koperasi kami tidak dilibatkan. Menurut saya tidaklah terlalu sulit untuk memenuhi persyaratan-persyaratan yang memang kadang-kadang harus menyontoh dari teman-teman pengurus KUD lainnya, dan sering pula kami secara langsung menanyakan kepada petugas yang bersangkutan apa-apa saja yang harus kami lakukan.”



Kualitas sumber daya manusia para pengurus koperasi dalam hal ini adalah berfungsi sebagai distributor, bukan sebagai produsen. Dengan demikian posisi kualitas sumber daya manusia para pengelola berorientasi pada kemampuan untuk memperoleh dukungan dari institusi pemerintah  maupun  swasta  dan  bukan berorientasi pada bagaimana koperasi dapat lebih produktif, sesuai dengan aktivitas dan jenis usahanya.

Hal ini terlihat dari data sebelumnya yang menunjukkan bahwa seluruh KUD yang dijadikan sampel mengalami peningkatan volume usaha dan sisa hasil usaha yang relatif mengalami stagnasi. Adanya peningkatan volume usaha dari tahun 2001 hingga tahun 2003, seperti yang ditunjukkan oleh KUD Temani, terjadi karena adanya program pemerintah pusat yang disebut dengan Program Subsidi BBM yang dijabarkan oleh Pemerintah Daerah Nias yang disebut dengan Program Pengembangan Usaha Mikro dan Usaha Kecil Melalui Perkuatan Dengan Pola Simpan Pinjam KSP/USP dan LKM. Dalam hal ini KUD Temani memperoleh dana sebesar Rp 446.100.000,- sedangkan KUD sampel lainnya sama sekali tidak memperoleh dana tersebut. Di samping program tersebut di atas, Pemerintah Daerah Kabupaten Nias meluncurkan Proyek Pembinaan Koperasi dan UKM, dan KUD Temani merupakan salah satu pesertanya.

Kasus KUD Temani di atas, kemungkinan dapat menjelaskan mengapa variabel dukungan pemerintah merupakan salah satu faktor dari variabel perkembangan KUD. Penjelasan yang sama juga berlaku untuk menjelaskan dukungan instansi swasta terhadap perkembangan KUD, karena ternyata dalam realisasi program-program pemerintah, baik yang bersifat bantuan modal usaha, bantuan pembinaan manajemen dan sebagainya, semuanya melibatkan peran instansi swasta. Sebagai contoh adanya fasilitas “DO” pupuk yang ditujukan pada KUD, dalam prakteknya disubkontrakkan pada perusahaan-perusahaan swasta dengan pola bagi hasil. Jelas pola usaha seperti ini menuntut adanya kualitas sumber daya manusia yang memadai, sebab jika tidak, maka dapat dipastikan koperasi unit desa tidak akan mampu menjalin hubungan kerjasama atau kemitraan dengan institusi-institusi lain, baik pemerintah maupun swasta.






JURNAL 3.3

REVIEW
PROFITABILITAS EKUITAS DAN BEBERAPA
FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA
(STUDI PADA BEBERAPA KUD DI KOTA AMBON)
Oleh :
Pieter Leunupun

3. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
3.1 Deskripsi Variabel Penelitian
Variabel-variabel penelitian yang dijelaskan dalam model teoritis perlu
dideskripsikan secara jelas sehingga menjadi patokan dalam analisis lebih lanjut. KUD
yang dideskripsikan adalah yang terpilih sebagai sampel penelitian sedangkan data
yang diamati adalah data tahun 1999 – 2002 yang selengkapnya dapat dilihat pada
tabel 3.
Return on equity (ROE) adalah return on equity yang menggambarkan tingkat
pengembalian modal sendiri selama tahun 1999 - 2002 secara rata-rata sebesar 11,67%
untuk KUD Mandiri dan 10,84% untuk KUD Calon Mandiri. Walaupun rasio ini cukup
tinggi namun tidak dapat diartikan bahwa koperasi sudah efisien dalam pengelolaan
dana yang tersedia, karena besarnya modal sendiri koperasi secara rata-rata lebih kecil
dari keseluruhan dana yang digunakan, yaitu rata-rata sebesar 30,4% untuk KUD
Mandiri dan 36,96% untuk KUD Calon Mandiri .
Profit margin ratio (PMR) adalah profit margin ratio merupakan perbandingan
antara laba dengan penjualan dan menggambarkan besarnya marjin laba atas
penjualan. Profit margin ratio menunjukkan angka yang positif dan berkisar rata-rata
0,235 untuk KUD Mandiri dan 0,207 untuk KUD Calon Mandiri. Artinya bahwa setiap
Rp.1 penjualan mampu menghasilkan SHU sebesar Rp.0,235 bagi KUD Mandiri dan
Rp.0,207 untuk KUD Calon Mandiri. Implikasi lain yang diharapkan adalah bahwa
laba bersih (SHU) yang mungkin dapat dicapai KUD Mandiri dimasa yang akan datang
rata-rata 23,5% sedangkan untuk KUD Calon Mandiri rata-rata 20,7% dari pendapatan
bersih periode sebelumnya.
Nilai Variabel-Variabel Penelitian
TahunVar

Tahun
Var
KUD Mandiri
KUD Calon Mandiri
SM
TA
TB
IR
JR
TD
IT
HP
UM
MW
1999
Y
X1
X2
X3
0,022
0,187
0,063
1,870
0,088
0,311
0,104
2,720
0,056
0,214
0,072
3,630
0,141
0,220
0,170
3,780
0,218
0,306
0,188
3,789
0,073
0,130
0,244
2,289
0,060
0,153
0,251
1,560
0,048
0,189
0,108
2,340
0,027
0,156
0,152
1,120
0,193
0,206
0,169
5,530
2000
Y
X1
X2
X3
0,090
0,309
0,103
2,830
0,193
0,206
0,169
5,530
0,059
0,191
0,064
4,840
0,025
0,210
0,070
1,700
0,207
0,261
0,154
5,142
0,147
0,180
0,322
2,537
0,020
0,183
0,061
1,790
0,080
0,289
0,097
2,830
0,158
0,308
0,103
4,990
0,260
0,284
0,161
5,690
2001
Y
X1
X2
X3
0,020
0,183
0,061
1,790
0,048
0,189
0,108
2,340
0,147
0,180
0,322
2,537
0,193
0,206
0,169
5,530
0,196
0,241
0,147
5,520
0,141
0,170
0,220
3,780
0,025
0,210
0,070
1,700
0,088
0,311
0,104
2,720
0,056
0,214
0,072
3,630
0,207
0,261
0,154
5,142
2002
Y
X1
X2
X3
0,060
0,153
0,251
1,560
0,073
0,244
0,130
2,289
0,158
0,308
0,103
4,990
0,080
0,289
0,097
2,830
0,260
0,284
0,161
5,690
0,218
0,188
0,306
3,789
0,022
0,187
0,063
1,870
0,090
0,309
0,103
2,830
0,059
0,191
0,064
4,840
0,196
0,241
0,147
5,520

 







                      
                       (Sumber: Dinas Koperasi & UKM Ambon, data diolah kembali)
Total assets turnover (TATO) adalah rasio perputaran total aktiva yang
menggambarkan berapa kali total aktiva yang dimiliki dan digunakan KUD mampu
menghasilkan penjualan. Atau dengan kata lain untuk mengetahui kemampuan modal
yang diinvestasikan dalam aktiva koperasi untuk menghasilkan penjualan. Total
assest turnover KUD Mandiri secara rata-rata sebesar 0,142 dan bagi KUD Calon
Mandiri sebesar 0,148. Ini menunjukkan bahwa setiap Rp.1 aktiva dapat menghasilkan
revenue sebesar Rp.0,142 bagi KUD Mandiri dan Rp.0,148 bagi KUD Calon Mandiri.
Total assets to equity (TATE) adalah total assets to equity atau juga disebut dengan
equity multiplier (EM) merupakan perbandingan antara total aktiva dengan modal
sendiri. Rata-rata Total assets to equtiy sebesar 3,55 untuk KUD Mandiri dan 3,32
untuk KUD Calon Mandiri, yang artinya bahwa perbandingan antara aktiva dengan
modal sendiri untuk KUD Mandiri adalah 3,55:1 dan untuk KUD Calon Mandiri 3,32:1.
Implikasinya bahwa koperasi lebih banyak menggunakan aktiva, sementara aktiva itu
                                sendiri sebagian besar didanai dengan modal asing.
3.2 Pengujian Asumsi Klasik
Penggunaan model regresi linier untuk estimasi atau menguji hipotesis secara
teoritis harus memenuhi asumsi klasik seperti telah dijelaskan sebelumnya. Tujuan
pemenuhan asumsi klasik ini adalah agar variabel independen sebagai estimator atas
variabel dependen tidak bias (unbiased estimators). Pengujian model atas ketiga asumsi
                                klasik yang digunakan dalam penelitian setelah diperhitungkan dapat disimpulkan.
Keterangan
KUD Mandiri
KUD Calon Mandiri
Korelasi X1 dengan X2
Korelasi X1 dengan X3
Korelasi X2 dengan X3
-0,173
0,299
0,100
-0,402
0,437
0,016
d hitung
F hitung
2,04
0,00
2,06
0,00
r tabel pada á 5% (uji dua arah) = ± 0,443
F tabel = 5,180
dl    = 0,90
du    = 1,83
4-du  = 2,17

 
                                                Pengujian Asumsi Klasik Terhadap Variabel Independen






(Sumber: Tabel 3, tabel r, tabel F, dan tabel d, data diolah kembali)
Hasil pengujian dengan menggunakan korelasi matriks menunjukkan bahwa
koefisien korelasi masing-masing variabel independen baik untuk kelompok KUD
Mandiri maupun kelompok KUD Calon Mandiri lebih kecil dari nilai kritis dengan uji
dua sisi pada tingkat signifikansi 5 % (lihat tabel 4). Nilai kritis dengan n = 20 adalah
0,443 sedangkan koefisien korelasi antar variabel independen yang paling tinggi untuk
kelompok KUD Mandiri adalah 0,299 dan untuk kelompok KUD Calon Mandiri 0,437.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa asumsi pertama terpenuhi, artinya tidak
terdapat gejala multikolinearitas.
Pengujian terhadap gejala autokorelasi dilakukan dengan menggunakan Durbin-
Watson Test, yaitu membandingkan nilai d hitung dengan nilai dl dan du. Pengujian
model menghasilkan nilai d untuk kelompok KUD Mandiri sebesar 2,04 dan untuk
kelompok KUD Calon Mandiri sebesar 2,06. Kemudian nilai dl dan du pada n = 20 dan
k = 4 pada tingkat signifikansi 5% adalah 0,90 dan 1,83 (lihat tabel 4). Untuk kelompok
KUD Mandiri, nilai d hitung lebih besar dari nilai du atau 2,04 > 1,83 dan juga nilai d
hitung lebih kecil dari 4-du atau 2,04 < 2,17. Hasil ini menunjukkan bahwa asumsi
kedua terpenuhi, artinya tidak terdapat gejala autokorelasi. Kemudian bagi kelompok
KUD Calon Mandiri, terlihat bahwa nilai d hitung lebih besar dari nilai du atau 2,06 >
1,83 dan nilai d hitung lebih kecil dari 4-du atau 2,06 < 2,17. Kondisi ini sama dengan
kelompok KUD Mandiri di mana asumsi kedua terpenuhi, artinya bahwa tidak
terdapat gejala autokorelasi.
Uji gejala heteroskedastisitas yang dilakukan dengan menggunakan Glejser-Test
seperti ditunjukkan dalam tabel 4, menunjukkan bahwa baik untuk kelompok KUD
Mandiri maupun kelompok KUD Calon Mandiri tidak ada satupun nilai F hitung yang
siginifikan, karena semuanya lebih kecil dari nilai F tabel. Kondisi ini menunjukkan
bahwa variabel pengganggu (disturbance error) adalah homoskedastisitas.
Sesuai ketiga uji asumsi klasik terhadap variabel-variabel independen yang
mempengaruhi profitabilitas ekuitas baik untuk kelompok KUD Mandiri maupun
kelompok KUD Calon Mandiri, dapat disimpulkan bahwa model analisis yang
digunakan memenuhi syarat sebagai best linear unbiased estimators (BLUE) dan
sekaligus dinyatakan layak digunakan dalam pengujian hipotesis.
3.3 Analisis Regresi
Dalam analisis ini dikemukakan tentang pengaruh profit margin, investment
turnover dan equity multiplier terhadap profitabilitas ekuitas. Analisis ini diawali
dengan analisis statistik bagi masing-masing kelompok KUD dan kemudian
dilanjutkan dengan analisis ekonomisnya. Hasil perhitungan untuk regresi dengan
menggunkan paket program statistik Minitab dapat dirangkum dalam table.
Nama VariabelSimbol
Variabel
Regeresi

Nama Variabel
Simbol
Variabel
KUD Mandiri
KUD Calon Mandiri
Koefisien
2
r
t hitung
Koefisien
Regeresi
2
r
t hitung
Profit Margin (PM)
Investment Turnover (TATO)
Equity Multiplier (EM)
X1
X2
X3
0,451
0,557
0,034
0,1823
0,2611
0,6545
4,14
6,99
9,09
0,349
0,541
0,034
0,1267
0,2256
0,6561
3,52
7,68
8,68
2
R (uji simultan)
F hitung
92,3%
64,31
92,7%
67,50
t tabel (á) 5%    =   1,740
F tabel (á) 5%    =   5,180

 
Analisis Regresi Masing-masing Kelompok KUD





                             (Sumber: Tabel 3, data diolah kembali)
3.3.1 Kelompok KUD Mandiri
Informasi yang diperoleh dari tabel di atas menyangkut kelompok KUD Mandiri
adalah: pertama, profit margin ternyata memiliki pengaruh yang positif terhadap
profitabilitas ekuitas. Dalam artian bahwa setiap peningkatan profit margin akan
mempengaruhi profitabilitas ekuitas dengan kecenderungan meningkat sebesar 0,451.
Angka tersebut mempunyai arti bahwa setiap kenaikan 1% dalam profit margin
meningkatkan profitabilitas ekuitas sebesar 45,1%. Kemampuan variabel ini untuk
menjelaskan variasi dalam profitabilitas ekuitas sebesar 18,23% dan sisanya 81,77%
dijelaskan oleh variabel lain. Kemudian berdasarkan uji t diketahui bahwa profit
margin berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas ekuitas karena nilai t hitung
4,14 lebih besar dari nilai t tabel 1,74.
Kedua, investment turnover ternyata mempunyai pengaruh positif terhadap
profitabilitas ekuitas, artinya setiap peningkatan dalam investment turnover akan
mempengaruhi profitabilitas ekuitas dengan kecenderungan meningkat sebesar 0,557.
Angka tersebut mempunyai arti bahwa setiap kenaikan 1% dalam investment turnover
akan meningkatkan profitabilitas ekuitas sebesar 55,7%. Kemampuan variabel ini
untuk menjelaskan variasi dalam profitabilitas ekuitas sebesar 26,11% sedangkan
sisanya sebesar 73,89% dijelaskan oleh variabel lain. Kemudian berdasarkan uji t
diketahui bahwa investment turnover berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas
ekuitas karena nilai t hitung 6,99 lebih besar dari nilai t tabel 1,74.
Ketiga, equity multiplier ternyata mempunyai pengaruh positif terhadap
profitabilitas ekuitas, artinya setiap peningkatan dalam equity multiplier akan
mempengaruhi profitabilitas ekuitas dengan kecenderungan meningkat sebesar 0,034.
Angka tersebut mempunyai arti bahwa setiap kenaikan 1% dalam investment turnover
akan meningkatkan profitabilitas ekuitas sebesar 3,4%. Kemampuan variabel ini untuk
menjelaskan variasi dalam profitabilitas ekuitas sebesar 65,45% sedangkan sisanya
sebesar 34,55% dijelaskan oleh variabel lain. Kemudian berdasarkan uji t diketahui
bahwa equity multiplier berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas ekuitas karena
nilai t hitung 9,07 lebih besar dari nilai t tabel 1,74.
Kempat, berdasarkan uji F yang menguji pengaruh ketiga variabel independen
secara simultan ternyata ketiga variabel tersebut mempunyai pengaruh nyata terhadap
profitabilitas ekuitas karena F hitung lebih besar dari F tabel atau 67,50 > 5,18.
Sedangkan kemampuan ketiga variabel independen secara simultan dalam
menjelaskan variasi dalam profitabilitas ekuitas untuk kelompok KUD Mandiri sebesar
92,3% dan sisanya sebesar 7,7% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak dimasukkan
                                dalam model.
3.3.2 Kelompok KUD Calon Mandiri
Menyangkut kelompok KUD Calon Mandiri, maka berdasarkan tabel 6 diperoleh
informasi bahwa: pertama, profit margin ternyata memiliki pengaruh yang positif
terhadap profitabilitas ekuitas. Dalam artian bahwa setiap peningkatan profit margin
                                akan mempengaruhi profitabilitas ekuitas dengan kecenderungan meningkat sebesar0,394. Angka tersebut mempunyai arti bahwa setiap kenaikan 1% dalam profit margin
meningkatkan profitabilitas ekuitas sebesar 39,4%. Kemampuan variabel ini untuk
menjelaskan variasi dalam profitabilitas ekuitas sebesar 12,67% dan sisanya 87,33%
dijelaskan oleh variabel lain. Kemudian berdasarkan uji t diketahui bahwa profit
margin berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas ekuitas karena nilai t hitung
3,52 lebih besar dari nilai t tabel 1,74.
Kedua, investment turnover ternyata mempunyai pengaruh positif terhadap
profitabilitas ekuitas, artinya setiap peningkatan dalam investment turnover akan
mempengaruhi profitabilitas ekuitas dengan kecenderungan meningkat sebesar 0,541.
Angka tersebut mempunyai arti bahwa setiap kenaikan 1% dalam investment turnover
akan meningkatkan profitabilitas ekuitas sebesar 54,1%. Kemampuan variabel ini
untuk menjelaskan variasi dalam profitabilitas ekuitas sebesar 22,56% sedangkan
sisanya sebesar 77,44% dijelaskan oleh variabel lain. Kemudian berdasarkan uji t
diketahui bahwa investment turnover berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas
ekuitas karena nilai t hitung 7,68 lebih besar dari nilai t tabel 1,74.
Ketiga, equity multiplier ternyata mempunyai pengaruh positif terhadap
profitabilitas ekuitas, artinya setiap peningkatan dalam equity multiplier akan
mempengaruhi profitabilitas ekuitas dengan kecenderungan meningkat sebesar 0,034.
Angka tersebut mempunyai arti bahwa setiap kenaikan 1% dalam investment turnover
akan meningkatkan profitabilitas ekuitas sebesar 3,4%. Kemampuan variabel ini untuk
menjelaskan variasi dalam profitabilitas ekuitas sebesar 65,61% sedangkan sisanya
sebesar 34,31% dijelaskan oleh variabel lain. Kemudian berdasarkan uji t diketahui
bahwa equity multiplier berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas ekuitas karena
nilai t hitung 8,68 lebih besar dari nilai t tabel 1,74.
Keempat, berdasarkan uji F yang menguji pengaruh ketiga variabel independen
secara simultan untuk kelompok KUD Calon Mandiri, ternyata ketiga variabel tersebut
mempunyai pengaruh nyata terhadap profitabilitas ekuitas karena F hitung lebih besar
dari F tabel atau 67,50 > 5,18. Sedangkan kemampuan ketiga variabel independen
secara simultan dalam menjelaskan variasi dalam profitabilitas ekuitas untuk
kelompok KUD Mandiri sebesar 92,7% dan sisanya sebesar 7,3% dijelaskan oleh
variabel lain yang tidak dimasukkan dalam model.
Mengamati bahasan pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen,
dapat disimpulkan bahwa; pertama, dilihat dari koefisien regresi, maka ketiga variabel
independen (profit margin, investment turnover, dan equity multiplier) mempunyai
pengaruh positif terhadap profitabilitas ekuitas, baik untuk kelompok KUD Mandiri
maupun kelompok KUD Calon Mandiri. Kedua, berdasarkan uji t untuk semua
variabel independen maupun uji F secara simultan untuk kedua kelompok KUD,
terlihat jelas bahwa pengaruh positif yang ditunjukkan oleh masing-masing variabel
independen tersebut terhadap variabel dependen adalah signifikan. Ini berarti bahwa
kecenderungan pengaruh yang ditunjukkan oleh variabel independen bagi kedua
kelompok KUD adalah sama. Dengan demikian hipotesis yang diajukan dalam
                                penelitian ini terbukti kebebenarannya.
3.4 Bahasan Tentang Model Teoritis
Variabel-variabel independen yang digambarkan dalam model teoritis setelah diuji
dengan analisis regersi menunjukkan pengaruh signifikan terhadap profitabilitas ekuitas. Hal ini mengandung arti bahwa model teoritis yang diajukan sejalan dengan
kondisi empirisnya. Namun demikian kemampuan masing-masing variabel independen
dalam menjelaskan variasi terhadap variabel dependen tidak sama, maka perlu
pembahasan lebih lanjut sebagai berikut :
1. Variabel Profit Margin: dengan pengaruh yang positif, maka dampak dari
perubahan 1% profit margin adalah meningkatnya profitabilitas ekuitas kelompok
KUD Mandiri sebesar 45,1% dan kelompok KUD Calon Mandiri 39,4%. Dengan data
pada tabel 3 yang menunjukkan rata-rata ROE kelompok KUD Mandiri 0,1167
berarti kenaikan 1% profit margin akan meningkatkan profitabilitas ekuitas dari
11,67% menjadi (45,1% x 0,1167) + 0,1167 = 17%. Sedangkan rata-rata ROE
kelompok KUD Calon Mandiri adalah 0,1084 berarti kenaikan 1% profit margin
akan meningkatkan profotabilitas ekuitas dari 10,84% menjadi (38,4% x 0,1084) +
0,1084 = 15%.
2. Variabel Investment Turnover: dengan pengaruh yang positif, maka dampak dari
perubahan 1% investment turnover adalah meningkatnya profitabilitas ekuitas
kelompok KUD Mandiri sebesar 55,7% dan kelompok KUD Calon Mandiri 51,1%.
Dengan data pada tabel 3 yang menunjukkan rata-rata ROE kelompok KUD
Mandiri 0,1167 berarti kenaikan 1% investment turnover akan meningkatkan
profitabilitas ekuitas dari 11,67% menjadi (55,7% x 0,1167) + 0,1167 = 18%.
Sedangkan rata-rata ROE kelompok KUD Calon Mandiri adalah 0,1084 berarti
kenaikan 1% investment turnover akan meningkatkan profotabilitas ekuitas dari
10,84% menjadi (51,1% x 0,1084) + 0,1084 = 16%.
3. Variabel Equity Multiplier: dengan pengaruh yang positif, maka dampak dari
perubahan 1% equity multiplier adalah meningkatnya profitabilitas ekuitas
kelompok KUD Mandiri sebesar 3,4% dan kelompok KUD Calon Mandiri 3,4%.
Dengan data pada tabel 3 yang menunjukkan rata-rata ROE kelompok KUD
Mandiri 0,1167 berarti kenaikan 1% equity multiplier akan meningkatkan
profitabilitas ekuitas dari 11,67% menjadi (3,4% x 0,1167) + 0,1167 = 12%.
Sedangkan rata-rata ROE kelompok KUD Calon Mandiri adalah 0,1084 berarti
kenaikan 1% equity multiplier akan meningkatkan profitabilitas ekuitas dari
10,84% menjadi (3,4% x 0,1084) + 0,1084 = 11%.

Seperti dijelaskan sebelumnya bahwa profit margin KUD Mandiri lebih besar dari
KUD Calon Mandiri, mengindikasikan bahwa pengeluaran atau biaya-biaya kelompok
KUD Calon Mandiri relatif tinggi sehingga SHU yang diperoleh berada di bawah
kelompok KUD Mandiri. Tingginya biaya tersebut sebagai akibat dari tingginya
investasi pada aktiva yang didanai dengan modal asing yang mencapai 63,04%
menyebabkan profitabilitas ekuitasnya lebih rendah dari KUD Mandiri (11,67%:
10,84%). Investment turnover secara rata-rata untuk kedua kelompok KUD sangat
rendah memberikan kesimpulan bahwa investasi pada aktiva tetap terlalu tinggi dan
kurang produktif sehingga pendanaan dari segi modal sendiri tidak dapat diandalkan
sepenuhnya dalam rangka meningkatkan SHU. Sementara pada tataran
kemandiriannya mesti lebih banyak mengupayakan penggunaan modal sendiri.
Rendahnya profitabilitas ekuitas membuat hasil usaha yang tersedia bagi para anggota
koperasi di masa yang akan datang menjadi berkurang sehingga pada akhirnya harapan untuk mensejahterakan anggota kian jauh dari kenyataan.

4. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan kajian sebelumnya, ada beberapa hal pokok yang dapat disimpulkan
dari hasil penelitian ini, yaitu:
1. Secara umum kemampuan KUD Mandiri memperoleh SHU dengan menggunakan
modal sendiri selama tahun 1999 - 2002 jauh lebih baik dari KUD Calon Mandiri.
Hal ini dibuktikan dengan profitabilitas ekuitas rata-rata sebesar 11,67% bagi KUD
Mandiri sedangkan KUD Calon Mandiri 10,84%. Artinya bahwa KUD Mandiri lebih
efektif dalam mengelola modal sendiri.
2. Hasil analisis regresi variabel-variabel penelitian setelah lolos uji asumsi klasik
untuk masing-masing kelompok KUD menunjukkan bahwa:
a. Variabel profit margin berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas ekuitas
dalam arah yang positif untuk masing-masing kelompok KUD. Kemampuan
profit margin menjelaskan variasi dalam profitabilitas ekuitas KUD Mandiri
sebesar 18,23% dan untuk KUD Calon Mandiri 12,67%. Dengan koefisien regresi
0,451 untuk KUD Mandiri dan 0,349 untuk KUD Calon Mandiri menunjukkan
bahwa KUD Mandiri lebih efisien dalam mengelola biaya-biaya sehingga pada
tingkat penjualan tertentu SHU dapat diperbesar.
b. Variabel investment turnover berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas
ekuitas dalam arah yang positif untuk masing-masing kelompok KUD.
Kemampuan investment turnover menjelaskan variasi dalam profitabilitas
ekuitas KUD Mandiri sebesar 26,11% dan untuk KUD Calon Mandiri 22,56%.
Dengan koefisien regresi 0,557 untuk KUD Mandiri dan 0,541 untuk KUD Calon
Mandiri menunjukkan bahwa kedua kelompok KUD cukup efektif menggunakan
dana yang diinvestasikan dalam aktiva untuk menghasilkan pendapatan.
c. Variabel equity multiplier berpengaruh signifikan terhadap profitabilitas ekuitas
dalam arah yang positif untuk masing-masing kelompok KUD. Kemampuan
equity multiplier menjelaskan variasi dalam profitabilitas ekuitas KUD Mandiri
sebesar 65,45% dan untuk KUD Calon Mandiri 65,41%. Dengan koefisien regresi
masing-masing sebesar 0,034 menunjukkan bahwa kedua kelompok KUD belum
efektif menggunakan modal sendiri dalam aktiva untuk memperoleh keuntungan
                                                (SHU).
4.2 Saran
Berdasarkan kondisi KUD seperti yang disimpulkan di atas, ada beberapa saran
yang diberikan, yaitu :
1. Sudah saatnya pihak KUD lebih rasional dalam melakukan pengelolaan modal
sendiri secara efektif di mana :
a. Bagi kelompok KUD Mandiri disarankan agar minimal mempertahankan profit
margin dan investment turnover yang ada dan berupaya meningkatkan equity
multiplier yang dimiliki sehingga profitabilitas ekuitas akan lebih meningkat.
b. Bagi KUD Calon Mandiri disarankan agar minimal mempertahankan
investment turnover dan perlu memperbesar profit margin serta equity multiplier sehingga akan mempengaruhi peningkatan dalam profitabilitas
ekuitas.
2. Sehubungan dengan saran pertama di atas, maka sebagai KUD mandiri dan yang
sedang menuju ke mandiri dan mandiri inti, sudah saatnya mengembangkan diri
yang mengarah pada cara kerja yang efisien demi mengantisipasi perkembangan
mendatang. Karena dengan cara ini koperasi akan mampu memperbaiki kinerjanya
sekaligus mampu memberikan yang terbaik bagi anggotanya.
3. Dinas Koperasi dan UKM Kota Ambon sebagai aparat pemerintah yang
bertanggungjawab membina KUD di Wilayah Kota Ambon, diharapkan terus
membina KUD dalam hal kemampuan kewirausahaan dan profesionalisme
pengurus, pengawas, anggota, dan karyawan, sehingga timbul minat yang kuat
untuk mengembangkan diri menghayati prinsip ekonomi koperasi dan
menerapkannya demi menunjang operasionalisasi dalam konteks kemandirian
koperasi.


DAFTAR PUSTAKA

Brigham, Eugene F and Gapensky, Louis C., (1993), Intermediate Financial
                                                Management, Fourth Editions, USA: The Dryden Press.
Horn James C. dan John M. Wachowicz (1997), Prinsip-Prinsip Manajemen Keuangan,
(Buku Satu: Alih Bahasa Heru Sutojo), Edisi Kesembilan, Jakarta: Penerbit
                                                Salemba Empat.
Partadiredja, Ace (1995), Manajemen Koperasi, Cetakan Keempat, Jakarta: Penerbit
                                                Bhratara.