Minggu, 06 Mei 2012

STRATEGI PENDEKATAN KEBUTUHAN POKOK

STRATEGI PENDEKATAN KEBUTUHAN POKOK
Pendekatan kebutuhan pokok (pendekatan K-P) untuk pembangunan menarik perhatian kalangan pejabat pemerintah, di samping kalangan yang sejak lama bersikap kritis terhadap pola pembangunan yang berlangsung hingga kini. Pembangunan sekarang terutama dikritik karena pembagian hasilnya ternyata kurang merata. Artinya, lebih menguntungkan golongan yang berpendapatan tinggi dan lebih menguntungkan penduduk kota.
Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Pengukuran kemiskinan yang dapat dipercaya dapat menjadi instrumen tangguh bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada kondisi  hidup orang miskin. Data kemiskinan yang baik dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan kemiskinan antar waktu dan daerah, serta menentukan target penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki posisi mereka.
Masalah kemiskinan merupakan salah satu persoalan mendasar yang menjadi pusat perhatian pemerintah di negara manapun. Salah satu aspek penting untuk mendukung strategi penanggulangan kemiskinan adalah tersedianya data kemiskinan yang akurat dan tepat sasaran. Pengukuran kemiskinan yang dapat dipercaya dapat menjadi instrumen tangguh bagi pengambil kebijakan dalam memfokuskan perhatian pada kondisi  hidup orang miskin. Data kemiskinan yang baik dapat digunakan untuk mengevaluasi kebijakan pemerintah terhadap kemiskinan, membandingkan kemiskinan antar waktu dan daerah, serta menentukan target penduduk miskin dengan tujuan untuk memperbaiki posisi mereka
Tujuannya itu adalah :
1.      Mengetahui jumlah dan persentase penduduk miskin menurut daerah perkotaan dan pedesaan.
2.      Mengetahui karakteristik rumahtangga miskin dan tidak miskin menurut daerah perkotaan dan pedesaan.
3.      Mengetahui distribusi dan ketimpangan pendapatan secara nasional menurut daerah perkotaan dan pedesaan.
4.      Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic need approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran. Dengan kata lain, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan makanan maupun non makanan yang bersifat mendasar. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran perkapita per bulan di bawah garis kemiskinan.
5.      Pengukuran kemiskinan dengan menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic need approach) tidak hanya digunakan oleh BPS tetapi juga oleh negara-negara lain, seperti Armenia, Senegal, Pakistan, Bangladesh, Vietnam, Sierra Leone, dan Gambia.

Pendekatan kebutuhan pokok disambut baik oleh kalangan luas, sewaktu gagasan ini secara resmi diajukan pada Konperensi Kesempatan Kerja Dunia yang diselenggarakan oleh Organisasi Perburuhan Internasional (ILO) di tahun 1976. Namun di pihak lain banyak juga kritik dilontarkan terhadap gagasan ini. Suatu kritik yang sering dilontarkan terhadap pendekatan K-P adalah bahwa pendekatan ini hanya mengutamakan konsumsi dan bukan investasi. Karena itu menghambat pertumbuhan ekonomi. Dikatakan pula bahwa pendekatan K-P pada dasarnya merupakan suatu usaha untuk menciptakan 'negara kesejahteraan' welfare state di negara berkembang, yang terbatas kemampuan dan persediaan sumber dayanya. Berarti Realokasi Pendekatan K-P memang sangat menekankan pemenuhan kebutuhan pokok seluruh penduduk dalam kurun waktu yang relatif singkat, yaitu satu generasi. Karenanya ia berbeda dari model pertumbuhan kapitalis maupun Marxis. Keduanya mengutamakan investasi dan pertumbuhan ekonomi melalui ditekannya tingkat konsumsi. Kesan bahwa pendekatan K-P tidak mementingkan pertumbuhan ekonomi kadang juga timbul karena ucapan beberapa penganutnya, seolah-olah pemenuhan kebutuhan pokok dapat tercapai melulu melalui redistribusi pendapatan dan kekayaan yang ada. Seolah-olah tanpa memerlukan pertumbuhan ekonomi yang pesat. Namun keliru sekali jika orang mengira bahwa pendekatan K-P merupakan model pembangunan yang pada dasarnya bersifat 'anti-pertumbuhan ekonomi'. Pertumbuhan ekonomi yang pesat justru sangat diperlukan untuk peningkatan produksi barang dan jasa kebutuhan pokok. Diharapkan, bahwa dengan produksi barang dan jasa kebutuhan pokok yang terus-menerus meningkat, kemiskinan absolut (dalam arti kata terdapatnya sebagian penduduk hidup di bawah garis kemiskinan tertentu) dapat dihapuskan. Di samping itu juga akan terhapus kemiskinan relatif, yaitu ketimpangan dalam pembagian kekayaan dan pendapatan antar golongan. Dengan demikian maka pelaksanaan strategi K-P bukan berarti mengabaikan pertumbuhan ekonomi dan mengutamakan redistribusi kekayaan dan pendapatan, tetapi reorientasi arah dan pola pertumbuhan ekonomi ke peningkatan produksi dan distribusi barang dan jasa kebutuhan pokok. Hal ini tentu berarti pula realokasi sebagian besar (bukan semua) sumber daya produktif. Artinya, prioritas tak lagi pada proyek investasi yang padat modal di sektor modern, yang sangat ditekankan dalam strategi pertumbuhan ekonomi yang konvensionil. Alokasi lebih diarahkan ke sektor penghasil barang dan jasa kebutuhan pokok yang lebih padat karya dan lebih menghemat dalam pemakaian modal. Pilihan Teknologi Kritik lain yang berkaitan dengan kritik pertama adalah bahwa strategi K-P hanya "mengekalkan" keterbelakangan ekonomi. Strategi itu dianggap mengutamakan produksi barang konsumsi, dan bukan barang modal. Juga dianggap mengutamakan penggunaan teknologi padat karya yang dianggap usang dan bukan teknologi modern yang padat modal. Strategi K-P memang menekankan produksi serta distribusi barang konsumsi dan jasa kebutuhan pokok. Namun komposisi barang konsumsi dan barang modal yang dihasilkan begitu pula teknik produksi yang digunakan di sesuatu negara, akan tergantung pada kondisi khas yang terdapat di negara itu. Karena ini lebih tepat untuk mengatakan bahwa strategi K-P mengutamakan teknologi yang "patut" (appropriate teknologi). Atau, dalam kata-kata Prof. Hans Singer dari Sussex, 'teknologi yang secara rangkap dianggap patut' (doubly appropriate technology). Artinya teknologi baru, yang disesuaikan dengan kondisi khas di sesuatu negara dan yang menunjang pelaksanaan strategi K-P. Dengan begitu strategi K-P tidak berarti penggantian menyeluruh teknologi padat-modal dengan teknologi padatkarya. Di suatu negara berkembang mungkin ada kondisi, yang menyebabkan penggunaan beberapa teknologi padat modal bagaimanapun juga lebih efisien daripada teknologi padat karya. Dengan demikian yang diarah ialah kombinasi optimum dari teknologi padat modal dan padat karya. Ini akan ditentukan pula oleh pertimbangan efisiensi dan keuntungannya bagi masyarakat --syarat yang sudah semestinya digunakan sebagai ukuran dalam penentuan investasi. Dengan pendekatan yang selektif ini maka teknologi padat-karya diutamakan di setiap bidang, dalam hal penggunaannya efisien dan menguntungkan masyarakat. 


STRATEGI PEMBANGUNAN EKONOMI DI INDONESIA

Sebelum Orde Baru strategi pembangunan di Indonesia secara teori telah diarahkan pada usaha pencapaian laju pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Namun pada kenyataannya nampak adanya kecenderungan lebih menitik beratkan pada tujuan-tujuan politik dan kurang memperhatikan pembangunan ekonomi.
Sedangkan pada awal Orde Baru, strategi pembangunan di Indonesia lebih diarahkan pada tindakan pembersihan dan perbaikan kondisi ekonomi yang mendasar, terutama usaha-usaha untuk menekan laju inflasi yang sangat tingi (Hyper Inflasi).
Strategi-strategi trsebut kemudian dipertegas dengan ditetapkan sasaran-sasaran dan titik berat setiap Repelita, yaitu :

REPELITA I
      Meletakkan titik berat pada sektor pertanian dan industri yang mendukung sektor pertanian meletakkan landasan yang kuat bagi tahap selanjutnya
REPELITA II
           Meletakkan titik berat pada sektor pertanian dengan meningkatkan industri yang mengolah bahan mentah menjadi bahan baku meletakkan landasan yang kuat bagi tahap selanjutnya
REPELITA III
        Meletakkan titik berat pada sektor pertanian menuju swasembada pangan dan meningkatkan industri yang mengolah bahan baku menjadi barang jadi meletakkan landasan yang kuat bagi tahap selanjutnya
REPELITA IV
           Meletakkan titik berat pada sektor pertanian untuk melanjutkan usaha-usaha menuju swasembada pangan dengan meningkatkan industri yang dapat menghasilkan mesin-mesin industri sendiri, baik industri ringan yang akan terus dikembangkan dalam Repelita-repelita selanjutnya


Definisi Pengangguran dan Inflasi

1.     Definisi Pengangguran
Pengangguran atau tuna karya adalah istilah untuk orang yang berada yang tergolong dalam angkatan kerja (15-64 tahun) yang tidak bekerja sama sekali, sedang mencari kerja, bekerja kurang dari dua hari selama seminggu, atau seseorang yang sedang berusaha mendapatkan pekerjaan yang layak. Pengangguran umumnya disebabkan karena jumlah angkatan kerja atau para pencari kerja tidak sebanding dengan jumlah lapangan kerja yang ada yang mampu menyerapnya. Pengangguran seringkali menjadi masalah dalam perekonomian karena dengan adanya pengangguran, produktivitas dan pendapatan masyarakat akan berkurang sehingga dapat menyebabkan timbulnya kemiskinan dan masalah-masalah sosial lainnya.

2.     Jenis Dan Macam Pengangguran
A.     Berdasarkan jam kerja
Berdasarkan jam kerja, pengangguran dikelompokkan menjadi 3 macam:
§  Pengangguran Terselubung (Disguised Unemployment)
adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena suatu alasan tertentu.
§  Setengah Menganggur (Under Unemployment)
adalah tenaga kerja yang tidak bekerja secara optimal karena tidak ada lapangan pekerjaan, biasanya tenaga kerja setengah menganggur ini merupakan tenaga kerja yang bekerja kurang dari 35 jam selama seminggu.
§  Pengangguran Terbuka (Open Unemployment)
adalah tenaga kerja yang sungguh-sungguh tidak mempunyai pekerjaan. Pengganguran jenis ini cukup banyak karena memang belum mendapat pekerjaan padahal telah berusaha secara maksimal.



B.     Berdasarkan penyebab terjadinya
Berdasarkan penyebab terjadinya, pengangguran dikelompokkan menjadi 7 macam:
§  Pengangguran friksional (frictional unemployment)
Pengangguran friksional adalah pengangguran yang sifatnya sementara yang disebabkan adanya kendala waktu, informasi dan kondisi geografis antara pelamar kerja dengan pembuka lamaran pekerna penganggur yang mencari lapangan pekerjaan tidak mampu memenuhi persyaratan yang ditentukan pembuka lapangan kerja. Semakin maju suatu perekonomian suatu daerah akan meningkatkan kebutuhan akan sumber daya manusia yang memiliki kualitas yang lebih baik dari sebelumnya.
§  Pengangguran konjungtural (cycle unemployment)
Pengangguran konjungtoral adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan gelombang (naik-turunnya) kehidupan perekonomian/siklus ekonomi.
§  Pengangguran struktural (structural unemployment)
Pengangguran struktural adalah pengangguran yang diakibatkan oleh perubahan struktur ekonomi dan corak ekonomi dalam jangka panjang. Pengangguran struktural bisa diakibatkan oleh beberapa kemungkinan, seperti:
1.     Akibat permintaan berkurang
2.     Akibat kemajuan dan pengguanaan teknologi
3.     Akibat kebijakan pemerintah
§  Pengangguran musiman (seasonal Unemployment)
Pengangguran musiman adalah keadaan menganggur karena adanya fluktuasi kegiaan ekonomi jangka pendek yang menyebabkan seseorang harus nganggur. Contohnya seperti petani yang menanti musim tanam, pedagang durian yang menanti musim durian.
§  Pengangguran siklikal
Pengangguran siklikal adalah pengangguran yang menganggur akibat imbas naik turun siklus ekonomi sehingga permintaan tenaga kerja lebih rendah daripada penawaran kerja.
§  Pengangguran teknologi
Pengangguran teknologi adalah pengangguran yang terjadi akibat perubahan atau penggantian tenaga manusia menjadi tenaga mesin-mesin.
§  Pengangguran siklus
Pengangguran siklus adalah pengangguran yang diakibatkan oleh menurunnya kegiatan perekonomian karena terjadi resesi. Pengangguran siklus disebabkan oleh kurangnya permintaan masyarakat (aggrerate demand).

1.       Definisi Inflasi

Dalam ilmu ekonomi, inflasi adalah suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus (kontinu) berkaitan dengan mekanisme pasar yang dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain, konsumsi masyarakat yang meningkat, berlebihnya likuiditas di pasar yang memicu konsumsi atau bahkan spekulasi, sampai termasuk juga akibat adanya ketidaklancaran distribusi barang. Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Inflasi adalah proses dari suatu peristiwa, bukan tinggi-rendahnya tingkat harga. Artinya, tingkat harga yang dianggap tinggi belum tentu menunjukan inflasi. Inflasi adalah indikator untuk melihat tingkat perubahan, dan dianggap terjadi jika proses kenaikan harga berlangsung secara terus-menerus dan saling pengaruh-memengaruhi. Istilah  inflasi  juga digunakan untuk mengartikan peningkatan persediaan uang yang kadangkala dilihat sebagai penyebab meningkatnya harga.

2.       Penyebab Inflasi

Inflasi dapat disebabkan oleh dua hal, yaitu tarikan permintaan (kelebihan likuiditasdan yang kedua adalah desakan(tekanan) produksi dan/atau distribusi (kurangnya produksi (product or service) . Untuk sebab pertama lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan moneter (Bank Sentral), sedangkan untuk sebab kedua lebih dipengaruhi dari peran negara dalam kebijakan eksekutor yang dalam hal ini dipegang oleh Pemerintah (Government) seperti fiskal (perpajakan/pungutan/insentif/disinsentif), kebijakan pembangunan infrastruktur, regulasi, dll.
Inflasi tarikan permintaan (Ingg: demand pull inflation) terjadi akibat adanya permintaan total yang berlebihan dimana biasanya dipicu oleh membanjirnya likuiditas di pasar sehingga terjadi permintaan yang tinggi dan memicu perubahan pada tingkat harga. Bertambahnya volume alat tukar atau likuiditas yang terkait dengan permintaan terhadap barang dan jasa mengakibatkan bertambahnya permintaan terhadap faktor-faktor produksi tersebut. Meningkatnya permintaan terhadap faktor produksi itu kemudian menyebabkan harga faktor produksi meningkat. Jadi, inflasi ini terjadi karena suatu kenaikan dalam permintaan total sewaktu perekonomian yang bersangkutan dalam situasi full employment dimanana biasanya lebih disebabkan oleh rangsangan volume likuiditas dipasar yang berlebihan. Membanjirnya likuiditas di pasar juga disebabkan oleh banyak faktor selain yang utama tentunya kemampuan bank sentral dalam mengatur peredaran jumlah uang, kebijakan suku bunga bank sentral, sampai dengan aksi spekulasi yang terjadi di sektor industri keuangan.
Inflasi desakan biaya (Ingg: cost push inflation) terjadi akibat adanya kelangkaan produksi dan/atau juga termasuk adanya kelangkaan distribusi, walau permintaan secara umum tidak ada perubahan yang meningkat secara signifikan. Adanya ketidak-lancaran aliran distribusi ini atau berkurangnya produksi yang tersedia dari rata-rata permintaan normal dapat memicu kenaikan harga sesuai dengan berlakunya hukum permintaan-penawaran, atau juga karena terbentuknya posisi nilai keekonomian yang baru terhadap produk tersebut akibat pola atau skala distribusi yang baru. Berkurangnya produksi sendiri bisa terjadi akibat berbagai hal seperti adanya masalah teknis di sumber produksi (pabrik, perkebunan, dll), bencana alam, cuaca, atau kelangkaan bahan baku untuk menghasilkan produksi tsb, aksi spekulasi (penimbunan), dll, sehingga memicu kelangkaan produksi yang terkait tersebut di pasaran. Begitu juga hal yang sama dapat terjadi pada distribusi, dimana dalam hal ini faktor infrastruktur memainkan peranan yang sangat penting.


3.       Penggolongan Inflasi
Berdasarkan asalnya, inflasi dapat digolongkan menjadi dua, yaitu:
1.      inflasi yang berasal dari dalam negeri
Inflasi berasal dari dalam negeri misalnya terjadi akibat terjadinya defisit anggaran belanja yang dibiayai dengan cara mencetak uang baru dan gagalnya pasar yang berakibat harga bahan makanan menjadi mahal.
2.      inflasi yang berasal dari luar negeri.
inflasi dari luar negeri adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat naiknya harga barang impor. Hal ini bisa terjadi akibat biaya produksi barang di luar negeri tinggi atau adanya kenaikan tarif impor barang.
Berdasarkan besarnya cakupan pengaruh terhadap harga.
1.      inflasi tertutup (Closed Inflation).  Jika kenaikan harga yang terjadi hanya berkaitan dengan satu atau dua barang tertentu,
2.      inflasi terbuka (Open Inflation). Jika kenaikan harga terjadi pada semua barang secara umum.
3.      inflasi yang tidak terkendali (Hiperinflasi). apabila serangan inflasi demikian hebatnya sehingga setiap saat harga-harga terus berubah dan meningkat sehingga orang tidak dapat menahan uang lebih lama disebabkan nilai uang terus merosot disebut 
 Berdasarkan keparahannya inflasi juga dapat dibedakan :
1.     Inflasi ringan (kurang dari 10% / tahun)
2.     Inflasi sedang (antara 10% sampai 30% / tahun)
3.     Inflasi berat (antara 30% sampai 100% / tahun)
4.     Hiperinflasi (lebih dari 100% / tahun)

Keterkaitan Antara Pengangguran dengan Inflasi
Inflasi adalah gejala yang menunjukkan kenaikan tingkat harga umum yang berlangsung terus menerus.
                  A.W. Phillips mengamati hubungan antara tingkat inflasi dan tingkat pengangguran yang ternyata ada hubungan yang erat antara inflasi dengan tingkat pengangguran, dalam arti jika inflasi tinggi, maka pengangguran akan rendah. Hasil pengamatan Phillips ini dikenal dengan kurva Phillip.
Hubungan antara inflasi dengan tingkat pengangguran didasarkan pada asumsi bahwa inflasi merupakan cerminan dari adanya kenaikan permintaan agregat.